
ibrahim paneo.com, Jakarta- “Sekarang kita di Era Geo V, pasca perang dingin, ketika konfliknya adalah konflik konektivitas,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Andi Widjajanto. Hal tersebut disampaikan Gubernur Lemhannas RI saat memberikan Kuliah Umum Kebangsaan untuk Profesi Advokat yang diselenggarakan secara virtual Dewan Pengacara Nasional (DPN) Indonesia bermitra dengan FHP Law School pada Kamis (09/06).
Pada kesempatan tersebut, Gubernur memaparkan Ketahanan Nasional di Era Geopolitik V. Menurut Gubernur Lemhannas RI, Arsitektur Politik-Keamanan Asia-Pasifik tidak sederhana dan kompleks. Namun, Indonesia mempunyai posisi yang cukup baik. “Posisi Indonesia di Arsitektur Politik-Keamanan Asia-Pasifik itu sangat kuat di ASEAN, punya hubungan bilateral yang baik dengan negara-negara lain, dan kita juga dikelilingi oleh arsitektur-arsitektur keamanan regional,” ujar Gubernur Lemhannas RI. Terkait hal tersebut, Gubernur berpendapat bahwa dinamika lingkungan strategis akan sangat berpengaruh dalam bidang hukum.
Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan beberapa kerawanan yang terjadi di Indonesia saat ini, yakni instabilitas demokrasi, ancaman siber, keberlanjutan ekologi, ancaman kesehatan laut, dan pertahanan ibu kota negara. Gubernur Lemhannas RI juga menyampaikan tren kontemporer, yakni konflik gray zone. Menyoroti hal tersebut, Lemhannas RI melakukan pengukuran peningkatan kapasitas geopolitik. Dalam metode pengukuran kapasitas geopolitik tersebut, Lemhannas RI merujuk pada tiga variabel, yakni geografi insani, geografi fisik, dan instrumen geografi.
Triangulasi determinan kapasitas geopolitik Indonesia saat ini berada di kondisi sedang. Dari kondisi saat ini yang berada di level sedang, untuk menuju ke kondisi ideal yang sebaiknya Indonesia capai, yakni di level tinggi, diperkirakan membutuhkan waktu sampai tahun 2045. Selanjutnya, dari level tinggi untuk menuju ke level maksimal diperkirakan akan membutuhkan waktu sampai 2070. “Kajian kami di Lemhannas RI sekarang berusaha memastikan bahwa kita yang (di level) sedang, tidak bergerak turun,” ujar Gubernur Lemhannas RI.
Lemhannas RI saat ini memiliki 5 fokus kajian, yakni Konsolidasi Demokrasi, Ekonomi Hijau, Ekonomi Biru, Transformasi Digital, dan Pembangunan IKN. Kajian-kajian tersebut menawarkan agar Indonesia bisa melompat dari kondisi terkini ke kondisi ideal di tahun 2045. Namun, seperti dijelaskan di atas, dilihat dari indeks kapasitas geopolitik Indonesia, lompatan tersebut hanya akan membawa Indonesia ke level tinggi dan Indonesia masih perlu melompat satu kali lagi untuk mencapai level maksimal.
Gubernur Lemhannas RI juga mengungkapkan bahwa upaya yang bisa dilakukan saat ini adalah membuat pengelolaan krisis dan jika krisisnya tidak ada maka dapat dilakukan penguatan kerangka kerja institusi. Hal tersebut juga turut terkait dengan regulasi yang jelas. “Diharapkan dengan membangun kerangka kerja yang operasional tentang ketahanan nasional, kita bisa menangkal kerawanan nasional dengan lebih cepat dan lebih baik,” pungkas Gubernur Lemhannas RI.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan Tanya jawab. Pertanyaan pertama datang dari peserta kuliah umum, yakni Cut Fannesa Wulandari yang menanyakan apa kontribusi yang dapat dilakukan para advokat untuk mengawal Geo V. Menjawab pertanyaan tersebut, Gubernur menyampaikan bahwa salah satu pilar dalam kerangka kerja pengelolaan krisis adalah tata kelola dan dalam kerangka kerja institusi pilar pertama adalah regulasi. Dunia dewasa kini juga memiliki modifikasi yang semakin formal dan tidak banyak orang dapat memahami dan mendalami operasionalisasi dari hal tersebut dan merupakan kompetensi utama para advokat.
“Banyak hal yang harus kita siapkan. Bagi saya, kerangka tata kelola selalu mulai dari aspek legal-formal-normatif yang menjadi kompetensi utama teman-teman di DPN Indonesia,” kata Gubernur Lemhannas RI.
Pertanyaan selanjutnya datang dari peserta Nabila Salsabila yang menanyakan bagaimana konsep ketahanan nasional terkait negara yang tidak bisa menggantungkan diri pada organisasi dunia. Menurut Gubernur Lemhannas RI, terkait hal tersebut pada dasarnya Indonesia memiliki kebijakan yang cukup komprehensif dan ketahanan nasional merupakan kemampuan untuk pengelolaan krisis. “Jadi saat krisis terjadi, bagaimana kita melakukan antisipasi secara cepat sebelum krisisnya bereskalasi lebih parah, kita tanggap cepat dan kita membuat masalahnya selesai lalu disitu kita survive lalu bisa tumbuh lebih kuat. Itu inti dasar dari Tannas, kemampuan untuk keluar dari krisis dan tumbuh lebih kuat,” jelas Gubernur Lemhannas RI.
Turut hadir dalam kuliah umum tersebut, Presiden DPN Indonesia Dr. Faizal Hafied, S.H., M.H. dan Presiden FHP Law School Satria Utama. Dalam kesempatan tersebut, Presiden DPN Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Lemhannas RI yang telah berkenan hadir dan memberikan kesempatan kolaborasi dengan DPN Indonesia untuk memasukkan materi pemantapan kebangsaan pada kurikulum wajib pada pendidikan khusus profesi advokat dari DPN Indonesia. “Kami harap Bapak bisa memberikan materi kebangsaan dan ketahanan nasional sehingga rekan-rekan advokat bisa lebih paham lagi mengenai materi kebangsaan dan ketahanan nasional,” kata Presiden DPN Indonesia.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur memaparkan Ketahanan Nasional di Era Geopolitik V. Menurut Gubernur Lemhannas RI, Arsitektur Politik-Keamanan Asia-Pasifik tidak sederhana dan kompleks. Namun, Indonesia mempunyai posisi yang cukup baik. “Posisi Indonesia di Arsitektur Politik-Keamanan Asia-Pasifik itu sangat kuat di ASEAN, punya hubungan bilateral yang baik dengan negara-negara lain, dan kita juga dikelilingi oleh arsitektur-arsitektur keamanan regional,” ujar Gubernur Lemhannas RI. Terkait hal tersebut, Gubernur berpendapat bahwa dinamika lingkungan strategis akan sangat berpengaruh dalam bidang hukum.
Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan beberapa kerawanan yang terjadi di Indonesia saat ini, yakni instabilitas demokrasi, ancaman siber, keberlanjutan ekologi, ancaman kesehatan laut, dan pertahanan ibu kota negara. Gubernur Lemhannas RI juga menyampaikan tren kontemporer, yakni konflik gray zone. Menyoroti hal tersebut, Lemhannas RI melakukan pengukuran peningkatan kapasitas geopolitik. Dalam metode pengukuran kapasitas geopolitik tersebut, Lemhannas RI merujuk pada tiga variabel, yakni geografi insani, geografi fisik, dan instrumen geografi.
Triangulasi determinan kapasitas geopolitik Indonesia saat ini berada di kondisi sedang. Dari kondisi saat ini yang berada di level sedang, untuk menuju ke kondisi ideal yang sebaiknya Indonesia capai, yakni di level tinggi, diperkirakan membutuhkan waktu sampai tahun 2045. Selanjutnya, dari level tinggi untuk menuju ke level maksimal diperkirakan akan membutuhkan waktu sampai 2070. “Kajian kami di Lemhannas RI sekarang berusaha memastikan bahwa kita yang (di level) sedang, tidak bergerak turun,” ujar Gubernur Lemhannas RI.
Lemhannas RI saat ini memiliki 5 fokus kajian, yakni Konsolidasi Demokrasi, Ekonomi Hijau, Ekonomi Biru, Transformasi Digital, dan Pembangunan IKN. Kajian-kajian tersebut menawarkan agar Indonesia bisa melompat dari kondisi terkini ke kondisi ideal di tahun 2045. Namun, seperti dijelaskan di atas, dilihat dari indeks kapasitas geopolitik Indonesia, lompatan tersebut hanya akan membawa Indonesia ke level tinggi dan Indonesia masih perlu melompat satu kali lagi untuk mencapai level maksimal.
Gubernur Lemhannas RI juga mengungkapkan bahwa upaya yang bisa dilakukan saat ini adalah membuat pengelolaan krisis dan jika krisisnya tidak ada maka dapat dilakukan penguatan kerangka kerja institusi. Hal tersebut juga turut terkait dengan regulasi yang jelas. “Diharapkan dengan membangun kerangka kerja yang operasional tentang ketahanan nasional, kita bisa menangkal kerawanan nasional dengan lebih cepat dan lebih baik,” pungkas Gubernur Lemhannas RI.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan Tanya jawab. Pertanyaan pertama datang dari peserta kuliah umum, yakni Cut Fannesa Wulandari yang menanyakan apa kontribusi yang dapat dilakukan para advokat untuk mengawal Geo V. Menjawab pertanyaan tersebut, Gubernur menyampaikan bahwa salah satu pilar dalam kerangka kerja pengelolaan krisis adalah tata kelola dan dalam kerangka kerja institusi pilar pertama adalah regulasi. Dunia dewasa kini juga memiliki modifikasi yang semakin formal dan tidak banyak orang dapat memahami dan mendalami operasionalisasi dari hal tersebut dan merupakan kompetensi utama para advokat.
“Banyak hal yang harus kita siapkan. Bagi saya, kerangka tata kelola selalu mulai dari aspek legal-formal-normatif yang menjadi kompetensi utama teman-teman di DPN Indonesia,” kata Gubernur Lemhannas RI.
Pertanyaan selanjutnya datang dari peserta Nabila Salsabila yang menanyakan bagaimana konsep ketahanan nasional terkait negara yang tidak bisa menggantungkan diri pada organisasi dunia. Menurut Gubernur Lemhannas RI, terkait hal tersebut pada dasarnya Indonesia memiliki kebijakan yang cukup komprehensif dan ketahanan nasional merupakan kemampuan untuk pengelolaan krisis. “Jadi saat krisis terjadi, bagaimana kita melakukan antisipasi secara cepat sebelum krisisnya bereskalasi lebih parah, kita tanggap cepat dan kita membuat masalahnya selesai lalu disitu kita survive lalu bisa tumbuh lebih kuat. Itu inti dasar dari Tannas, kemampuan untuk keluar dari krisis dan tumbuh lebih kuat,” jelas Gubernur Lemhannas RI.
Turut hadir dalam kuliah umum tersebut, Presiden DPN Indonesia Dr. Faizal Hafied, S.H., M.H. dan Presiden FHP Law School Satria Utama. Dalam kesempatan tersebut, Presiden DPN Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Lemhannas RI yang telah berkenan hadir dan memberikan kesempatan kolaborasi dengan DPN Indonesia untuk memasukkan materi pemantapan kebangsaan pada kurikulum wajib pada pendidikan khusus profesi advokat dari DPN Indonesia. “Kami harap Bapak bisa memberikan materi kebangsaan dan ketahanan nasional sehingga rekan-rekan advokat bisa lebih paham lagi mengenai materi kebangsaan dan ketahanan nasional,” kata Presiden DPN Indonesia.
sumber: LEMHANAS RI
0 Komentar