Konsep dan Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Perlindungan

Ibrahim Paneo.Com- Konsep Dasar Keamanan, Keselamatan dan Kenyamanan

A. KEAMANAN ATAU KESELAMATAN

Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006). Perubahan kenyamanan adalah keadaan di mana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2000). Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis. Kebutuhan akan ke aman terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi (misalnya: penyakit, nyeri, cemas, dan sebagainya). Dalam konteks hubungan interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang konsisten dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat perasaan cemas dan tidak aman (Asmadi, 2005).

B. KLASIFIKASI KEBUTUHAN KESELAMATAN ATAU KEAMANAN

1. Keselamatan Fisik Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau mengeluarkan ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan,bahaya,atau pemajanan pada lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi seperti infeksi, oleh karena itu bergantung pada profesional dalam sistem pelayanan kesehatan untuk perlindungan. Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya,seorang perawat perlu melindungi klien dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Potter & Perry, 2005), di sini perawat memasang pelindung klien.

2. Keselamatan Psikologis Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami apa yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesional pemberi perawatan kesehatan. Seseorang harus mengetahui apa yang diharapkan dari prosedur, pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak dikenal (Potter & Perry, 2005). Orang dewasa yang sehat secara umum mampu memenuhi kebutuhan keselamatan fisik dan psikologis merekat tanpa bantuan dari profesional pemberi perawatan kesehatan. Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih renta untuk terancam kesejahteraan fisik dan emosinya, sehingga intervensi yang dilakukan perawat adalah untuk membantu melindungi mereka dari bahaya (Potter & Perry, 2005). Keselamatan psikologis justru lebih penting dilakukan oleh seorang perawat karena tidak tampak nyata namun memberi dampak yang kurang baik bila tidak diperhatikan. 

3. Lingkup Kebutuhan Keamanan atau Keselamatan Lingkungan Klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Di sini menyangkut kebutuhan fisiologis juga. Teman-teman pasti masih ingat kebutuhan fisiologis kita, itu lho.. yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, kelembaban yang optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan mempengaruhi kemampuan seseorang. 

4. Macam-macam bahaya/kecelakaan: a. di rumah; b. di RS : mikroorganisme; c. cahaya; d. kebisingan; e. cedera; f. kesalahan prosedur; g. peralatan medik, dan lain-lain. 

5. Cara Meningkatkan Keamanan: a. mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri; b. menjaga keselamatan pasien yang gelisah; c. mengunci roda kereta dorong saat berhenti; d. penghalang sisi tempat tidur; e. bel yang mudah dijangkau; f. meja yang mudah dijangkau; g. kereta dorong ada penghalangnya; h. kebersihan lantai; i. prosedur tindakan

C. DEFINISI KENYAMANAN

Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh. 2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial. 3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan). 4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya. Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan (Donahue, 1989) dalam Alimul, 2006, meringkaskan “melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan...”. Perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bntuan. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan mempunyai subjektifitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan merasakan nyeri. Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang konsisten pada pengalaman subjektif klien. Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

1. Pengertian Nyeri Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

Menurut beberapa ahli, nyeri diartikan sebagai berikut.

a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya

b. Wofl Weitzel Fuerst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.

c. Arthur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme produksi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.

d. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.

2. Fisiologi Nyeri Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang tersebar pad akulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis.

3. Klasifikasi Nyeri Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi menjadi nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.

4. Teori Nyeri Terdapat beberapa teori tentang terjadinya nyeri, di antaranya (Barbara C Long, 1989):

a. Teori Pemisahan (Specificity Theory) Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medula spinalis melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

b. Teori Pola (Pattern Theory) Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas dari reaksi sel T.

c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory) Menurut teori ini nyeri bergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.

d. Teori Transmisi dan Inhibisi Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Pengalaman nyeri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

a. Arti nyeri Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, dan pengalaman.

b. Persepsi nyeri Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimuli nociceptor.

c. Toleransi nyeri Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain: alkohol, obat-obatan, hipnotis, dan lain-lain. Sedangkan faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeri antara lain: kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.

d. Reaksi terhadap nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk responnyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia dan lain-lain.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan dan Kenyamanan

a. Emosi Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan kenyamanan.

b. Status mobilisasi Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan terjadinya risiko injury.

c. Gangguan persepsi sensory Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan

d. Keadaan imunitas Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang penyakit.

e. Tingkat kesadaran Pada pasien koma, respons akan menurun terhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan kurang tidur.

f. Informasi atau komunikasi Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat menimbulkan kecelakaan.

g. Gangguan tingkat pengetahuan Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi sebelumnya.

h. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok.

i. Status nutrisi Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat berisiko terhadap penyakit tertentu.

j. Usia Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.

k. Jenis kelamin Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.

l. Kebudayaan Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri dan tingkat kenyaman yang mereka punyai.

Jenis dasar risiko terhadap keamanan klien di dalam lingkungan pelayanan kesehatan adalah jatuh, kecelakaan yang disebabkan oleh klien, kecelakaan yang disebabkan oleh prosedur, dan kecelakaan yang disebabkan oleh penggunaan alat. (Potter & Perry, 2005)

Posting Komentar

0 Komentar